Blogger

Saturday 26 November 2016

Masyarakat dan ekonomi berbagi

Ekonomi Berbagi "Dari Masyarakat, Oleh Masyarakat, Untuk masyarakat" Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah merambah ke segala bidang, dan akan terus terjadi, sehingga manusia modern yang terkoneksi secara global akan terkena dampaknya. Karena itu ekonomi berbagi memang sebuah fenomena yang harus kita sambut kelahiran dan perkembanganya. Google, Ebay, Alibaba, Amazon, Youtube dan Facebook adalah perusahaan perusahaan yang mampu melihat kesempatan tersebut. Mereka mengembangkan panggung (platform) yang memudahkan semua aktor terlibat dalam penciptaan nilai konsumen, pengiklan, contents provider, apps developer, dan insinyur perusahaan untuk berinteraksi dengan mereka. Konsepnya sendiri belum banyak dipahami oleh para pelaku bisnis, tetapi dampaknya sudah sangat terasa. Kemunculanya tiba-tiba tetapi mampu menggoncang kemapanan para petahana (incumbents). Ekonomi berbagi diartikan sebagai model ekonomi dimana orang atau sekelompok orang mampu menghasilkan uang dari sumber daya miliknya yang diutilisasi sehingga memberi jasa bagi orang atau sekelompok orang lain, melalui perantara online platform. Dalam konsep tradisional, konsep ini lazim dilakukan tanpa melalui perantara tersebut. Karena itu dalam perspektif perusahaan, ekonomi berbagi bisa didefinisikan sebagai model bisnis dimana perusahaan tidak berusaha memenuhi sendiri semua sumber daya kritikal yang dibutuhkan, melainkan mengakses, meminjam atau menyewanya dari masyarakat pemilik sumber daya dan kemudian diutilisasi kepada masyarakat. Mengapa fenomena ekonomi berbagi tidak menjadi trending topic di masa lalu tetapi baru terjadi pada saat ini? Penyebab utamanya adalah penggunaan online platform, yang membuat informasi bisa diakses dengan lebih cepat dan fleksibel, sehingga menarik minat pelanggan. Mungkin sebagian orang tidak menyadari bahwa fenomena ekonomi berbagi sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Pada industri perbankan tidak semua dana dimiliki oleh perusahaan tetapi merupakan titipan dari masyarakat. Dana tersebut disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Koperasi yang merupakan model ekonomi tradisional masyarakat Indonesia pun bisa dikatakan memaknai konsep tersebut. Intinya, fenomena ini merebak ke banyak sektor industri yang tidak terbayangkan sebelumnya, serta mengubah tingkat persaingan di industri tersebut. Ekonomi berbagi dilihat sebagai peluang bisnis baru (perspektif investasi) yang sering menimbulkan revolusi bagi kemapanan (persepektif ekonomi) dan berujung pada reaksi keras dari berbagai pihak lain (terutama dari perspetif perusahaan petahan dan pemerintah). Produk dan jasa yang ditawarkan ekonomi berbagi merupakan sesuatu yang unik dan bernilai. Disebut unik karena berbeda dari produk tradisional, dalam arti memberi pengalaman baru yang menyenangkan atau lebih nyaman sehingga pelanggan ingin mengulanginya di kemudian hari. Dari sisi pelanggan bernilai berarti benefit yang dirasakan lebih besar (manfaatnya relatif mirip dengan produk dan jasa tradisional namun dengan harga yang relatif lebih murah). Pada sisi perusahaan bernilai berarti pelanggan bersedia membayar pada harga yang ditetapkan, sehingga perusahaan memperoleh pendapatan yang diharapkan. Perspektif perusahaan ekonomi berbagi. Perusahaan menciptakan nilai ekonomis dari jasa fee sebagai mediator (istilah keren untuk calo). Namun demikian nilai utama yang disasar bukanlah dari jasa remediasi. Nilai ekonomis yang lebih besar bisa diperoleh bila perusahaan mampu memperbesar aset tidak kasat mata (intangible asset), khusunya jumlah pihak yang berhasil dihubungkan (transaksi). Realisasi nilai ekonomis terjadi antara lain, saat perusahaan mampu mengundang invetor baru untuk menanamkan modalnya, baik secara privat. Perusahaan tidak menyasar dividen (keuntungan hasil usaha) tetapi capital gain (keuntungan yang timbul akibat kenaikan harga saham) yang nilainya bisa puluhan kali lipat dari modal awal yang ditanamkan. Kumpulan database transaksi merupakan salah satu indikator keberhasilan utama, maka perusahaan ekonomi berbagi ingin mencapai skala tersebut secepatnya (sizeable to attract bigger investors). Tidak mengherankan pada awal beroperasinya, banyak perusahaan yang menawarkan subsidi atau insentif untuk menstimulus pemilik sumber daya dan pengguna dari sisi finansial walaupun tidak jarang mengalami laba negatif juga di awal. Bagi perusahaan ekonomi berbagi, keunggulan bersaing bisa dicapai dengan memaksimalkan kombinasi empat sumber daya yaitu teknologi online, reputasi, koordinasi dengan pemerintah dan pengelolaan database transaksi. Secara umum, maraknya fenomena ekonomi berbagi bisa menggeser kebiasaan orang, dari semula ingin memilki (beberapa) sumber daya menjadi hanya ingin menyewa atau meminjamnya (rent or borrow rather than buy). Strategi bertumbuh perusahaan ekonomi berbagi Sumber pendanaan bagi pertumbuhan perusahaan ekonomi berbagi tidak mungik sepenuhnya ditopang oleh pertumbuhan aset yang bersifat organik. Dana pihak ketiga berupa pinjaman juga merupakan hal yang mustahil karena sumber daya yang dimiliki perusahaan sebagian besar adalah sumber daya yang bersifat intangibles. Maka satu-satunya sumber permodalan yang memungkinkan adalah mengundang masuknya investor strategis baru ke dalam perusahaan. Biasanya konsep ekonomi berbagi dijelaskan dengan teori value network dimana melihat perusahaan mendapatkan nilai(keuntungan) karena peranya sebagai penghubung antara satu pihak dengan pihak yang lain. Contoh perusahaan yang menggunakan konsep value network adalah bank dan perusahaan telekomunikasi. Dalam bisnis tradisional seperti perbankan dan telekomunikasi jelas terlihat bahwa keuntungan utama perusahaan memang didapatkan dari posisi perusahaan sebagai penghubung antara satu pihak dengan pihak lain. Perusahaan menfapatkan revenue dengan memungut biaya jasa atas penggunaan posisi mereka sebagai penghubung. Biaya jasa inilah yang menjadi fokus perhatian utama dari perusahaan. Dalam konsep ekonomi berbagi modern, fokus utamanya bukan mendapatkan keuntungan semata atas biaya jasa. Yang menjadi fokus perhatian bagi perusahaan yang beroperasi memanfaatkan aplikasi online dengan konsep ekonomi berbagi yakni pertumbuhan nilai perusahaan (corporate value) akibat banyaknya traffic (pemakai aplikasi). Kecepatan dan akselerasi memang menjadi kunci kesuksesan perusahaan ekonomi berbagi. Kecepatan dan akselerasi inilah yang sangat berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kecepatan mendapatkan traffic (pengguna aplikasi) sebanyak-banyaknya akan berdampak langsung pada peningkatan nilai perusahaan. Kecepatan dan akselerasi ini menjadi faktor kritis karena secara umum sumber daya strategis (strategic assets) yang dimiliki perusahaan hanya "dipinjam" dari masyarakat. Semakin cepat perusahaan bisa mendapatkan traffic sebanyak-banyaknya maka reputasi perusahaan akan meningkat dan perusahaan bisa menjadi penentu aturan baru dalam industri. Ini yang menjadi keunggulan perusahaan/produk sehingga pesaing yang masuk belakangan akan kesulitan mengikuti aturan main yang sudah ditentukan oleh perusahaan yang pertama kali masuk ke pasar (prime mover) dan segera menjadi besar. Belajar dari GO-JEK Hanya dalam waktu kurang dari 2 tahun, Go-Jek mendapatkan investor yang bersedia memanamkan modal sebesar Rp.480 M, yaitu Northstar Group, sebuah perusahaan investasi yang memang banyak melakukan penanaman modal di start-up companies (perusahaab rintisan). Pada Agustus 2016 perusahaan ini kembali mendapatkan kucuran dana sebesar $550 juta (7.2 Triliun) yang kemudian menobatkanya menjadi perusahaan rintisan "unicorn" pertama dari Indonesia. Merujuk pada data yang dilansir Tech in Asia, persentase pertumbuhan pemesanan layanan Go Jek masih sangat tinggi meski mengalami penurunan pada tahun ini. Untuk diketahui, pada Juni 2016, Go-Jek mencatatkan rata-rata 667000 pemesanan per hari. Hingga saat ini, keuangan Go-Jek memang masih belum memberikan profit. Jangankan pemasukan, Go-jek masih terus-terusan mengeluarkan uang agar bisnisnya tetap berjalan. Namun, dalam bisnis valuasi (pendanaan yang dibuktikan dengan potensi), investor membeli masa depan. Dengan potensi yang sedemikian besar, dan belum tereksplorasinya keseluruhan pasar di Indonesia, serta ditambah rencana ekspansi ke Asia Tenggara, investasi pada Go-jek jelas sangat menggiurkan investor. Dengan pesatnya perkembangan kelas menengah, meningkatnya kepadatan penduduk di perkotaan dan demografi kaum muda yang akrab dengan internet, Go-jek berada pada posisi yang baik untuk menjadi platform layanan harian berfrekuensi tinggi dalam segi transportasi, makanan, pembayaran dan logistik masa depan. Strategi promosi Go-jek dapat dikatakan cukup ekstrem karena mungkin belum pernah dilakukan sebelumnya. Misalnya Go-jek menetapkan biaya tetap bagi pengguna sebesar Rp.15.000 per perjalanan, dimana untuk setiap perjalanan Go-jek memberikan subsidi sebesar Rp.30.000,- sehingga total yang diterima penegmudi Go-Jek adalah sebesar Rp.45.000. Dari sisi pelanggan, harga yang sangat kompetitif ini tentu mengundang minat para konsumen untuk mencicipi sementara dari driver go-jek jelas ini sangat menguntungkan karena mereka dengan sangat mudah untuk mendapatkan pelanggan. Kalau sehari ada 1000 pelanggan baru yang mencoba layanan Go-jek, biaya yang ditanggung Go-jek adalah sebesar Rp.30 juta per hari, dalam kurun waktu satu bulan, total biaya subsidi hanya Rp 900 juta. Berarti ada 30 x 1000 orang, yaitu 30.000 orang dalam satu bulan yang mencicipi layanan Go-jek. Jika dikalikan angka dalam satu tahun maka anggaran promosi yang dibuthkan kira-kira 10 miliyar dan didapatkan 30.0000 pelanggan yang menggunakan aplikasi Go-jek. Angka ini tentu sangat kecil bila dibandingkan dengan besarnya modal yang masuk melalui venture capital (perusahaan modal ventura) sementara iklan di media massa yang mahal belum tentu akan menarik calon pelanggan untuk mencoba layanan "baru" yang ditawarkan. Sedangkan dengan konsep subsidi di atas sangat jelas bahwa subsidi meningkatkan traffic yang berujung pada peningkatan capital gain bukan revenue. Contoh lain yang paling ekstrem adalah perusahaan penyedia layanan pesan Whatsapp yang bahkan hampir bisa dikatakan sama sekali tidak memiliki revenue (pendapatan) bisa laku dijual kepada Facebook pada harga 19 milliar dolar AS yang setara dengan Rp.250 trilliun. Bahkan nilai perusahaan Facebook sendiri kini sudah mencapai lebih dari 110 miliar dolar US atau setara dengan 1500 triliiun atau lebih dari separuh APBN Indonesia pada tahun 2016. New Rules of the Industry Dari fenomena yang ada saat ini bisa dicermati bahwa yang dibagikan adalah sumber daya berwujudnya, tidak dimiliki namun bisa diakses oleh perusahaan. Sementara perusahaan ekonomi berbagi melakukan akumulasi sumber daya nirwujud (intangible assets) berupa reputasi perusahaan, aplikasi berbasis teknologi yang ramah pengguna dan traffic serta database yang berhasil dikumpulkan tiap pengguna aplikasi. Sumber daya nirwujud ini yang kemudian dimonetisasi sehingga menghasilkan nilai perusahaan (corporate value) yang bertumbuh pesat. Perusahaan hanya bisa mendapatkan pelanggan bila memiliki posisi yang unik dan berharga di mata pelanggan. Keunikan yang paling berharga di mata pelanggan jelas adalah struktur sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dimana mampu menghasilkan produk atau jasa dengan biaya yang sangat rendah, karena memang tidak harus memiliki sepenuhnya sumber daya yang ada, tetapi bisa memiliki akses terhadap sumber daya tersebut. Akibatnya perusahaan mampu untuk menawarkan produk atau jasa dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang mengandalkan strategi bersaing tradisional. Porter (1980) mengatakan dalam bukunya yang berjudul Strategi bersaing (Competitive Strategy) bahwa hanya perusahaan yang memiliki keunggulan biaya yang akan mampu menggunakan strategi keunggulan harga (Overall Cost Leadership) sebagai keunggulan bersaingnya. Barang siapa yang memiliki keunggulan ini akan terus berkembang, sampai ada pesaing yang mampu menawarkan keunikan baru yang mendobrak kemapanan (creative distruction). Keunikan berharga ini yang ditawarkan oleh perusahaan yang menggunkan konsep ekonomi berbagi. Yang tidak mampu berubah akan punah di telan perubahan.

No comments:

Post a Comment